Perempuan Independen, untuk Siapa?
sumber gambar : http://picpanzee.com/tag/wanitasholehahbidadarisurga
Ada banyak
perempuan yang berlomba-lomba menjadi independen. Mereka kini telah berada
dalam titik di mana ia merasa tak lagi membutuhkan siapapun dalam hidupnya.
Tidak keluarga, tidak pasangan hidup, apalagi pandangan masyarakat. Ia merasa
cukup dengan independensinya, toh ia bisa hidup bahagia dan memenuhi
kebutuhannya sendiri. Tanpa campur tangan wali atau seorang kekasih hati.
Merasa bebas
pergi ke mana saja dan kapan saja. Tanpa harus meminta izin atau memberitahu
siapapun. Bebas bergaul dengan siapa saja tanpa batasan. Bebas mengeksplor
banyak hal tanpa takut. Bebas menentukan apa saja yang berkaitan dengan
dirinya.
Tendensi dan
motivasi menjadi independen, bagi seorang perempuan bisa berupa banyak hal.
Pembuktian diri, tidak ingin dianggap lemah, lelah dengan semua anggapan
meremehkan bisa jadi adalah beberapa di antaranya. Its okay, Girls. Kamu berhak
jadi independen. Kamu berhak jadi kuat.
Namun titik
ini, semakin lama akan menarikmu pada keadaan yang dipandang negatif oleh
standar dan norma yang berlangsung di masyarakat. Kamu tidak ingin diatur oleh
siklus hidup yang seolah hanya lahir-sekolah-kuliah-kerja-nikah. Kamu ingin
bebas, mencari tahu banyak hal di luar sana. Tak lagi peduli pada apapun
pendapat orang lain tentang dirimu.
Iya, aku
tahu. Buat apa menjadikan orang lain sebagai standar untuk hidup kita sendiri?
Untuk apa mencari-cari kebahagiaan dari pandangan dan pendapat orang banyak?
Ya, mungkin tentang standar kebahagiaan dan pandangan orang lain ini kamu
benar.
Meski begitu,
tidak ada hal yang benar-benar bebas di dunia ini. Ada sebuah pepatah yang
mengatakan, "semua hal boleh dilakukan dalam cinta dan perang." Dan
kita juga tahu, ada berapa banyak tragedi yang terjadi akibat pembebasan dan
pembenaran dari dua hal tadi.
Tidak ada
kebebasan yang benar-benar bebas tanpa batas. Aturan dan batasan ada, di
antaranya adalah untuk menjaga kita agar tetap aman dan tidak tersesat lebih
jauh. Dan Islam lebih dari sekadar identitas agama. Islam adalah pandangan dan
cara hidup.
Pernah tahu
konsep fitrah? Dalam Islam, setiap manusia diciptakan sesuai dengan fitrahnya
masing-masing. Mulai dari fitrah ketuhanan hingga fitrah yang mempengaruhi
posisi dan tugas kita sebagai makhluk sosial.
Apa sih
fitrah itu? Sederhananya, fitrah adalah sesuatu yang membuat kita selalu
kembali pada-Nya. Merasa membutuhkan-Nya. Merasa kita memang diciptakan untuk
beribadah kepada-Nya. Seperti halnya juga fitrah manusia yang mencari sesuatu
yang agung untuk dijadikan sandaran sebagaimana kisah Nabi Ibrahim a.s dalam
Al-Quran.
Allah juga
memberikan kita fitrah secara fisik. Perbedaan fisik antara laki-laki dan
perempuan adalah salah satunya. Kemampuan berpikir logis atau mengutamakan
perasaan juga termasuk di antaranya.
Pernah kepo
nggak sih, kenapa Allah menciptakan cewek itu punya fisik yang nggak terlalu
kuat? Atau kenapa para cowok lebih sering berpikir logis sehingga seringkali
nggak peka? Kenapa setiap dari kita punya kelebihan dan kekurangan
masing-masing?
Karena Allah
ciptakan kita untuk saling menyempurnakan. Itulah kenapa manusia menjadi
makhluk sosial. Kita saling membutuhkan satu sama lain.
Seperti itu
pulalah Allah menciptakan kita berbeda-beda. Ada lelaki ada perempuan. Keduanya
pun punya peran dan kewajiban yang berbeda. Para lelaki diberikan qawwam di
atas perempuan dengan nafkah dan berbagai keutamaan. Sedangkan wanita punya
peran menjaga peradaban. Bagaimana bisa? Karena keluarga adalah unit paling
kecil dari sebuah negara, dari sebuah peradaban. Dan 'jantung'-nya keluarga
adalah seorang ibu. Ibu yang mendidik dan mempersiapkan generasi selanjutnya.
Terinspirasi dari salah satu
kata mutiara arab : "Ibu adalah sekolah pertama yang paling
utama. Jika kau mempersiapkan seorang ibu dengan baik, maka kau telah
menyiapkan generasi berkarakter mulia."
Jangan kira
kalau mendidik generasi selanjutnya hanya menetap di rumah dan tidak
meng-upgrade diri lagi setelahnya. Seakan-akan menikah dan menjadi seorang ibu
adalah sebuah final stop yang mematikan kebebasan dan kebahagiaan seorang
perempuan.
Tidak begitu.
Kamu bisa tetap mengembangkan diri, menambah ilmu dan relasi sambil terus
menjalankan peran sebagai seorang ibu. Sebuah generasi yang baik akan lahir
dari para ibu yang berkualitas.
Islam menempatkan
perempuan dalam posisi tertinggi, tidak hanya menjaga peradaban dan generasi
namun juga memiliki kemuliaan yang tak tertandingi. Bahkan, Rasulullah s.a.w
saat ditanya seorang sahabat, "Siapakah orang yang harus kumuliakan
setelah Allah dan Rasul-nya, Ya Rasulullah?" Maka beliau menjawab,
"Ibumu." hingga tiga kali. Tidak pernah ada dalam sejarah peradaban
Islam seorang perempuan didiskriminasi sehingga memaksanya menjadi 'independen'
dan melepaskan diri dari lembaga keluarga. Islam memberi tempat dan porsi yang
amat luas bagi seorang perempuan untuk berperan menjaga peradaban.
Maka, dari
sudut manakah kita harus cemburu pada segala 'keutamaan' milik kaum lelaki?
Mungkin,
beberapa dari kita termotivasi menjadi independen agar tak lagi dipandang
sebelah mata, agar tak lagi menggantungkan harap dan kebahagiaan semu pada
orang yang tidak tepat, agar bisa tetap berdiri tegak meski disakiti
berkali-kali. Sebuah rasa yang membuat kita ingin membuktikan bahwa kita,
perempuan bisa berdiri di atas kaki sendiri.
Its okay,
Girls. Jadilah perempuan yang independen. Belajarlah setinggi mungkin, kejarlah
impian-impian besar milikmu, mandirilah secara finansial untuk memenuhi
kebutuhanmu. Tapi ingat, jangan lakukan semua hal itu hanya untuk menyaingi
para lelaki. Mereka bahkan takkan peduli apa yang kamu lakukan untuk terus
memperbaiki diri. Lantas, apa gunanya 'membuktikan diri' di depan mereka?
Jangan pula
lakukan semua itu hanya untuk pembuktian diri. Jangan lakukan semua hal itu
untuk menghindari peran pentingmu menjaga generasi. Kamu boleh jadi kuat, kamu
boleh jadi independen. Tapi jangan sampai ambisi membuat dirimu melupakan
fitrah seorang wanita yang sejatinya lembut, senang dimanja dan membutuhkan
sandaran.
Jadilah
perempuan independen untuk dirimu sendiri. Untuk mempersiapkan bekal mendidik
generasi. Jadilah perempuan independen yang tidak menggantungkan kebahagiaan
dan harapan pada sembarang orang. Gantungkan kebahagiaanmu pada Allah saja,
yang tak akan mengecewakan atau mengkhianati semua jerih payahmu selama ini.
Duhai,
perempuan independen, lekaslah kembali! Peran pentingmu telah menanti.
Penulis : Alya Adzkya
Wanita yang memahami, apa dan bagaimana harus berperan dengan bebas dalam memilih perannya, tanpa harus meminta untuk semua tahu apa yang sudah dilakukan.
BalasHapus