Karena Yang Didapatkan Istimewa, Jadi Perjuangannya Harus Luar Biasa
Tahun 2014, menjadi tahun kelulusan bagi
Alsa, Ifi, dan Fiqa. Ketiga sahabat itu sama-sama anak program IPA (Ilmu
Pengetahuan Alam) dan memiliki impiannya masing-masing. Alsa ingin mengambil
program studi kedokteran, Ifi ingin mengambil teknik pertanian, sedangkan Fiqa
ingin mengambil farmasi.
Berbagai jalur untuk masuk Perguruan Tinggi
Negeri sudah mereka lalui. Tapi takdir berkata lain. Mereka belum lolos. Kaget,
kecewa, terpukul rasanya. Alhamdulillaah, beruntung mereka tidak larut dalam
kesedihan, saling menguatkan, serta yakin pasti ada takdir terbaik yang sedang
menanti mereka.
Banyak undangan dari berbagai
universitas swasta dan juga luar negeri untuk mereka. Tetapi mereka lebih
memilih untuk menuntaskan, melancarkan hafalan Al Qur’an mereka and trying
to make such an improvement for their english ability di Kampung Inggris,
Pare. Berbekal mimpi dan semangat yang sangat tinggi, disertai dukungan
teman-teman, mereka bertekad mencoba PTN lagi tahun depan.
Satu tahun berlalu, Allah berkehendak
lain. Hanya Ifi yang lolos seleksi pada waktu itu. Yang mengejutkannya, ia
mendapatkan pilihan pertamanya yaitu Jurusan kedokteran UNPAD. Usut punya usut,
Ifi sebenarnya lebih menginginkan Prodi Teknologi Pertanian tapi dia menaruhnya
di pilihan kedua. Sedangkan Alsa dan Fiqa, sekali lagi, mereka gagal diterima di
Perguruan Tinggi pilihannya.
Ini justru aneh, mereka tergolong anak
yang pintar dan sangat rajin. “Ah, mungkin Allah ingin mennguji mereka” ujar
kawan lain. Sempat Alsa dan Fiqa putus asa, sampai Ifi tak dapat menghubungi
mereka dalam masa dua minggu. Yang pasti tidak ada dalam benak mereka untuk
bunuh diri seperti orang-orang lain yang tak ber-Tuhan. Mereka punya prinsip untuk jangan sampai hafal Al Qur’an hanya sampai ke
kerongkongan. Mereka teringat banyak orang yang mendapat cobaan lebih besar
dari mereka.
أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُمْ مَثَلُ
الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ قَبْلِكُمْ ۖ
مَسَّتْهُمُ الْبَأْسَاءُ وَالضَّرَّاءُ وَزُلْزِلُوا حَتَّىٰ يَقُولَ
الرَّسُولُ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ مَتَىٰ نَصْرُ اللَّهِ ۗ أَلَا إِنَّ
نَصْرَ اللَّهِ قَرِيبٌ
“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal
belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum
kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan
(dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang
beriman bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah,
sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.” (Q.S. Al
Baqoroh: 214)
Alhamdulillah,
Allah berikan semangat lagi kepada Alsa dan Fiqa lewat ortu mereka, Ifi, dan
teman-teman lainnya. Ifi membantu mereka belajar untuk mengikuti
seleksi-seleksi mandiri PTN maupun PTS lainnya. Mereka juga mengoreksi diri
mungkin ada yang Allah belum ridho dari mereka.
“Apakah
sebenarnya kami tidak berniat memperjuangkan ini?”
“Apakah
kami terlalu malas dan tidak bekerja keras?”
“Apakah
kami terlalu malas untuk mencari informasi?”
“Apakah
kami belum mengatur strategi terbaik kami?”
Pengumuman-pengumuman seleksi mandiri
PTN dan PTS pun keluar. Alhamdulillah, Alsa memutuskan untuk mengambil prodi Tata
Boga UPI dan Fiqa mengambil Teknik Fisika ITB. Seindah itu takdir mereka,
dipersatukan di satu kota yang sama. Alsa memutuskan untuk banting setir ke jurusan
IPS, baginya tak ada yang sia-sia meskipun setahun terakhir itu dia fokus dalam
pelajaran IPA.
Suatu hari di Bandung, Fiqa mengajak
Alsa dan Ifi untuk berdiskusi. Dia merindukan sahabat-sahabat penyemangatnya
karena dia sedang mengalami masa galau di dunia perkuliahannya.
Fiqa menceritakan keinginannya untuk
pindah ke bidang agama pada dua sahabatnya itu. Banyak hal yang belum dia
ketahui, sedang ikut kajian-kajian saja belum cukup. Alsa dan Ifi mendukung
apapun keputusan Fiqa, asalkan itu positif dan mendapatkan izin orangtua.
Tahun pun berganti, satu semester dunia
perkuliahan sudah mereka jalani. Dan
tiba saatnya Fiqa berangkat ke Mesir untuk melanjutkan studinya. Fiqa berpamitan
terutama pada Alsa dan Ifi “Maaf ya, kita ngga jadi se-kota lagi kuliahnya”.
3 tahun kemudian, 2019.
Alsa masih sibuk mendalami studi
masternya dalam bidang yang sama di UPI, sedangkan Ifi masih sibuk dengan
program internship di kampusnya, dan Fiqa masih dalam masa hectic sebagai
mahasiswa akhir semester. Tiba-tiba, Alsa dan Ifi mendapatkan kabar baik dari Fiqa
yang akan menikah dengan Rafiq anak master ICT IIUM lulusan S1 ITB. Ya teman
mereka juga, seperti kisahnya Ayudiac “Teman tapi Menikah”.
∞∞∞∞∞
Kisah ini
diambil dari kehidupan nyata yang ditambahkan sedikit perisa oleh penulis.
Nama-nama tokoh maupun lokasi kejadiannya juga disamarkan demi menjaga privasi.
Jangan
pernah kalian lepas sahabat yang selalu mengingatkanmu tentang Allah, dan
selalu menyebut namamu dalam doanya J
∞∞∞∞∞
Semuanya,
Yang di kepalanya
diisi berjuta kecamuk pikiran
Yang
hatinya dipenuhi kerusuhan tak karuan
Yang
tubuhnya mulai melemah
Yang
fisiknya mulai terasa sakit
Yang energinya
tinggal sepersekian persen
Yang sedang
bingung, Perlu sandaran, perlu pegangan
Yang tak
tau mau dibawa kemana arah hidupnya
Yang
merasa kurang apresiasi
Yang
merasa kurang diperhatikan
Yang
merasa sedang berjuang sendirian
Yang
kesabarannya senantiasa diuji
Yang
perasaannya sedang dikecewakan
Yang
ber-ekspektasi tinggi lalu dijatuhkan
Yang rindu
pelukan ayah bunda-nya
Jangan
lupa mengambil napas
Jangan
lupa mengambil jeda
Boleh
menangis, tapi diiringi dengan doa
Juga
kuberitahu kau satu hal
Allah
Tuhanmu, tidak akan pernah membiarkanmu berjuang sendirian
Kenapa kau
diuji? Sebab kau mampu.
Penulis : First Timer
0 Komentar: